10 Persoalan di Draf RUU KPK
- Independensi KPK terancam
 - KPK tidak disebut lagi sebagai
      lembaga Independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan manapun;
 - KPK dijadikan lembaga
      Pemerintah Pusat
 - Pegawai KPK dimasukan dalam
      kategori ASN sehingga hal ini akan beresiko terhadap independensi pegawai
      yang menangani kasus korupsi di instansi pemerintahan;
 
- Penyadapan dipersulit dan
     dibatasi
 - Penyadapan hanya dapat
      dilakukan setelah ada izin dari Dewan Pengawas. Sementara itu, Dewan
      Pengawas dipilih oleh DPR dan menyampaikan laporannya pada DPR setiap
      tahunnya;
 - Selama ini penyadapan
      seringkali menjadi sasaran yang ingin diperlemah melalui berbagai upaya,
      mulai dari jalur pengujian UU hingga upaya revisi UU KPK
 - Korupsi merupakan kejahatan
      yang luar biasa dan dilakukan secara tertutup. Sehingga bukti-bukti dari
      Penyadapan sangat berpengaruh signifikan dalam membongkar skandal
      korupsi;
 - Penyadapan diberikan batas
      waktu 3 bulan. Padahal dari pengalaman KPK menangani kasus korupsi,
      proses korupsi yang canggih akan membutuhkan waktu yang lama dengan
      persiapan yang matang. Aturan ini tidak melihat kecanggihan dan kerumitan
      kasus korupsi yang terus berkembang;
 - Polemik tentang Penyadapan ini
      semestinya dibahas secara komprehensif karena tidak hanya KPK yang
      memiliki kewenangan melakukan Penyadapan;
 
- Pembentukan Dewan Pengawas yang
     dipilih oleh DPR
 - DPR memperbesar kekuasaannya
      yang tidak hanya memilih Pimpinan KPK tetapi juga memilih Dewan Pengawas
 - Dewan pengawas menambah
      panjang birokrasi penanganan perkara karena sejumlah kebutuhan penanganan
      perkara harus izin Dewan Pengawas, seperti: penyadapan, penggeledahan dan
      penyitaan
 
- Sumber penyelidik dan penyidik
     dibatasi
 - Penyelidik KPK hanya berasal
      dari Polri, sedangkan Penyidik KPK berasal dari Polri dan PPNS;
 - Hal ini bertentangan dengan
      Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat dasar hukum bagi KPK dapat
      mengangkat Penyelidik dan Penyidik sendiri;
 - Lembaga-lembaga KPK di
      beberapa negara di dunia telah menerapkan sumber terbuka Penyidik yang
      tidak harus dari kepolisian, seperti: CPIB di Singapura, ICAC di
      Hongkong, MACC di Malaysia, Anticorruption Commision di Timor Leste, dan
      lembaga antikorupsi di Sierra Lone.
 - Selama ini proses Penyelidikan
      dan Penyidikan yang dilakukan KPK sudah berjalan efektif dengan proses
      rekruitmen yang terbuka yang dapat berasal dari berbagai sumber;
 
- Penuntutan perkara korupsi
     harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
 - KPK harus berkoordinasi dengan
      Kejaksaan Agung dalam melakukan Penuntutan Korupsi;
 - Hal ini beresiko mereduksi
      independensi KPK dalam menangani perkara dan akan berdampak pada semakin
      banyaknya prosedur yang harus ditempuh sehingga akan memperlambat
      penanganan perkara
 
- Perkara yang mendapat perhatian
     masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
 - Ketentuan yang sebelumnya
      diatur di Pasal 11 huruf b UU KPK tidak lagi tercantum, yaitu: mendapat
      perhatian dan meresahkan masyarakat;
 - Padahal pemberantasan korupsi
      dilakukan karena korupsi merugikan dan meresahkan masyarakat dan
      diperlukan peran masyarakat jika ingin pemberantasan korupsi berhasil;
 
- Kewenangan pengambilalihan
     perkara di penuntutan dipangkas
 - Pengambilalihan perkara hanya
      bisa dilakukan untuk proses Penyelidikan;
 - KPK tidak lagi bisa mengambil
      alih Penuntutan sebagaimana sekarang diatur di Pasal 9 UU KPK
 
- Kewenangan-kewenangan strategis
     pada proses penuntutan dihilangkan
 - Pelarangan ke luar negeri
 - Meminta keterangan perbankan
 - Menghentikan transaksi
      keuangan yang terkait korupsi
 - Meminta bantuan Polri dan
      Interpol
 
- KPK berwenang menghentikan
     penyidikan dan penuntutan
 
- KPK menetapkan suatu kasus
     penyidikan melalui proses yang sangat hati-hati karena tidak adanya
     penghentian penyidikan dan penuntutan. Melalui ketentuan tersebut akan
     menurunkan strandar KPK dalam penanganan kasus.
 - Penghentian penyidikan dan
     penuntutan yang belum selesai selama 1 (satu) tahun akan membuat potensi
     intervensi kasus menjadi rawan. Terlebih pada kasus yang besar serta
     menyangkut internasional proses penanganan akan sangat sulit menyelesaikan
     selama satu tahun. Selain itu, berpotensi juga dilakukan penghambatan
     kasus secara administrasi sehingga lebih dari 1 (satu) tahun.
 - Tingkat kesulitan penanganan
     perkara dari satu perkara ke perkara lain bermacam-macam, sehingga mungkin
     saja ada perkara yang amat rumit sehingga membutuhkan waktu lebih dari
     satu tahun untuk menanganinya.
 - Tidak pernah ada aturan dalam
     sistem hukum acara pidana nasional yang mengatur bahwa suatu
     penyidikan/penuntutan harus dihentikan jika selama jangka waktu tertentu
     proses penyidikan/penuntutannya belum selesai, jadi aturan ini adalah
     aturan anomali yang sama sekali tidak mendukung pelaksanaan tugas
     penegakan hukum KPK.
 
- Kewenangan KPK untuk mengelola
     pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
 - Pelaporan LHKPN dilakukan di
      masing-masing instansi, sehingga hal ini akan mempersulit melihat data
      kepatuhan pelaporan dan kewajaran kekayaan Penyelenggara Negara;
 - Posisi KPK direduksi hanya
      melakukan kooordinasi dan supervisi;
 - Selama ini KPK telah membangun
      sistem dan KPK juga menemukan sejumlah ketidakpatuhan pelaporan LHKPN di
      sejumlah institusi;
 
[Redaksi/Humas/KPK]

Posting Komentar