Mengendalikan Karhutla dari Tingkat Tapak
Sejumlah daerah melakukan siaga darurat karhutla lebih awal untuk mengantisipasi kebakaran hutan di paruh kedua 2021.
Tidak ada kata istirahat. Begitulah prinsip para personel Manggala Agni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau. Dengan dukungan masyarakat setempat dan aparat desa, mereka tetap bersiaga mengendalikan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Provinsi Riau adalah salah satu dari wilayah rawan karhutla di Sumatra, selain Sumatra Selatan dan Jambi. Adapun daerah rawan karhutla lainnya adalah sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, maupun Kalimantan Timur.
Untuk pencegahan dan pengendalian karhutla, BNPB sudah menyiapkan 11 helikopter untuk Provinsi Riau. Kepala BPBD Riau Edward Sanger mengatakan, Provinsi Riau sudah menetapkan status siaga darurat karhutla sejak 15 Februari 2021 hingga 31 Oktober 2021.
Dalam kurun waktu Januari hingga 15 Februari 2021, sejumlah titik api muncul di empat lokasi di Riau. Yakni Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kota Dumai.
Upaya antisipasi juga dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan. Mereka menyiapkan anggaran Rp30 miliar untuk program sekat kanal, sumur bor, dan pengendalian karhutla. Menurut rencana, mereka akan menetapkan status siaga darurat karhutla pada Maret 2021.
Masalah karhutla memang menjadi prioritas utama pemerintah. Kendati pada tahun lalu ada penyusutan luas wilayah yang terbakar, pengendalian karhutla tetap digelar, melibatkan seluruh unsur dari masyarakat tingkat tapak hingga instansi pemerintah pusat.
Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan, telah terjadi penurunan karhutla secara signifikan pada 2020. Pada 2019 tercatat, luas kebakaran yang cukup tinggi dibandingkan 2016, 2017, dan 2018, yakni seluas 1.649.258 hektare (ha).
Meski begitu, luasan kebakaran itu terhitung masih lebih kecil dibandingkan pada 2015, yang mencapai 2,61 juta ha. Pada 2020, luas kebakaran hutan dan lahan tercatat 296.942 ha, yang menurun 82 persen jika dibandingkan 2019.
Jika dibandingkan dengan kebakaran hutan pada 2015, berarti ada penurunan sebesar 88,63 persen. Namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan, pada 2021 sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan masih berpotensi mendapatkan curah hujan menengah tinggi hingga April 2021. La Nina masih akan bertahan diperkirakan hingga semester I-2021.
Secara umum, pada Mei 2021 diprakirakan sebagai fase transisi dari musim hujan ke musim kemarau. Tapi harus tetap waspada potensi karhutla di Pulau Sumatra pada Februari, dan Mei hingga Juli 2021. Sebagian Kalimantan dan Sulawesi juga dilaporkan sudah terjadi kebakaran, perlu diwaspadai puncaknya pada Agustus dan September nanti.
Kolaborasi Intens
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan, salah satu kunci menurunkan titik api di 2020 adalah kolaborasi intens antar instansi, pusat dan daerah. Operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) alias hujan buatan di titik rawan kebakaran perlu dilanjutkan tahun ini.
Selain itu, perlu memperkuat keterlibatan Masyarakat Peduli Api (MPA) Paralegal di tingkat tapak. Konsep gerakan ini dapat diintegrasikan dengan Desa Tangguh Bencana dan Desa Mandiri.
Begitu pentingnya pengendalian karhutla, sejak 2016, setiap awal tahun, Presiden RI selalu memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Karhutla kepada seluruh jajaran pemerintah pusat, kepala daerah, pimpinan TNI-Polri, serta lembaga terkait lainnya.
Tahun ini, Presiden Joko Widodo mengumpulkan secara luring dan daring lebih dari 300 orang, yang terdiri dari menteri dan kepala lembaga, gubernur dan bupati/wali kota wilayah rawan karhutla beserta pangdam/danrem, dandim, kapolda, kapolres, dan para pelaksana teknis lapangan BPBD, kepala UPT lingkup KLHK serta koordinator operasi Manggala Agni, untuk memberikan arahan pengendalian karhutla tahun 2021, dari Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2/2021).
Ada enam arahan dari Kepala Negara. Pertama, Presiden Jokowi meminta para menteri/pimpinan lembaga, pimpinan daerah, dan penegak hukum untuk memprioritaskan upaya pencegahan karhutla, melalui deteksi dini, monitoring areal rawan hotspot, dan pemantauan kondisi harian di lapangan.
Kedua, Presiden Jokowi juga meminta agar infrastruktur monitoring dan pengawasan karhutla harus sampai bawah dengan melibatkan Babinsa, Bhabinkamtibmas, kepala desa, dan tokoh masyarakat. Ketiga, Presiden Jokowi meminta para menteri/pimpinan lembaga, pimpinan daerah, dan penegak hukum untuk mencari solusi yang permanen agar korporasi dan masyarakat tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Keempat, Kepala Negara juga meminta agar penataan ekosistem gambut dalam Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) harus terus dilanjutkan. Caranya, dengan menambah embung, sekat kanal, atau sumur bor agar lahan gambut tetap basah.
Kelima, sekali lagi, Presiden Jokowi juga menekankan agar pada penanggulangan karhutla pada pejabat daerah dari gubernur hingga dandim/kapolres jangan membiarkan api membesar, harus tanggap dan jangan terlambat, sehingga api sulit dikendalikan. Kalau tidak becus mengendalikan karhutla, kepala negara tidak segan-segan mencopot para pimpinan teritorial daerah.
Keenam, Kepala Negara juga meminta agar langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi, berikan sanksi yang tegas terhadap siapapun yang melakukan pembakaran hutan dan lahan, baik itu di konsesi milik korporasi, milik perusahaan, maupun di masyarakat sehingga timbul efek jera. (*Indonesia.fo.id)
Posting Komentar