Untuk memperoleh komitmen pembelian vaksin, kata Presiden Jokowi, bukanlah soal yang gampang. “Kadang saya harus menelepon kepala negaranya langsung, atau otoritas (kesehatan) di sana,” ujar kepala negara.

Presiden Joko Widodo terus mencoba mencari vaksin ke banyak sumber. Berita baiknya disampaikan lewat video yang diunggahnya, pada Sabtu, 20 Februari 2021 di Youtube, yaitu sebanyak 4,6 juta dosis vaksin AstraZeneca akan tiba di Indonesia.

“Mungkin di akhir Februari ini, atau awal bulan depan,” kata Presiden Jokowi, dalam sebuah pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi yang direkam dan kemudian dipublikasikan lewat kanal Sekretariat Presiden.

Menurut Presiden, pemerintah menginginkan vaksinasi Covid-19 dijalankan secepatnya dan kalau bisa menjangkau lebih banyak warga. Tujuannya, agar lebih cepat membangun kekebalan kelompok. Petugas vaksinator sudah disiapkan 30 ribu orang tenaga kesehatan (nakes) terlatih, ditambah dengan sembilan ribu lainnya dari TNI-Polri. “Namun, kita dibatasi oleh ketersediaan vaksinnya,” kata Presiden Jokowi pula.

Untuk memperoleh komitmen pembelian vaksin, kata Presiden Jokowi, bukanlah soal yang gampang. “Kadang saya harus menelepon kepala negaranya langsung, atau otoritas (kesehatan) di sana,” ujar kepala negara.

Salah satu hasilnya adalah kiriman AstraZeneca itu, vaksin dari Cambridge, London, yang diproduksi oleh Inggris- Swedia. Walhasil, vaksin buatan Cambridge itu akan segera mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Vaksin yang tersedia di Indonesia, menurut Presiden Jokowi, ada sekitar 21 juta dosis yang semuanya dari Sinovac, belum termasuk AstraZeneca. Ada 3 juta dosis vaksin jadi yang datang pada 6 dan 31 Desember 2020. Berikutnya ada 7 juta dosis tersedia pada pertengahan Februari, hasil olahan PT Biofarma Bandung, dari vaksin curah yang datang 9 Januari silam (tahap 3). Lantas, ada 11 juta dosis lagi dari Biofarma hasil olahan vaksin bulk yang datang di tahap 3 dan tahap 4 (tiba pada 2 Februari 2021).

Setelah ada kepastian ketersediaan vaksin, vaksinasi gelombang II pun mulai digulirkan sejak Rabu (17/2/2021). Kick off-nya digelar di Pasar Tanah  Abang, Jakarta. Presiden Jokowi hadir didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin (BGS) dan Gubernur DKI Anies Baswedan. Sekitar 2.000 pelaku usaha retail mengikuti vaksinasi pertama itu dan mereka dijadwalkan akan menjalani suntikan kedua pada 14 hari ke setelahnya.

Di lapangan, petugas PD Pasar Jaya menjadi koordinatornya. Tidak kurang dari 9.700 pebinis di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu telah mendaftarkan dirinya. “Vaksinasi tahap 1 ini akan selesai dalam lima hari,” kata Menteri Kesehatan BGS. Menurut Menkes, diperkirakan 55 ribu pedagang pasar di DKI akan diikutkan dalam vaksinasi gelombang II itu.

Pelaksanaan vaksinasi gelombang I, yang menyasar para tenaga kesehatan (nakes) dengan jumlah 1,4 juta termasuk sekitar 11.600 nakes yang berusia di atas 59 tahun berjalan lancar. Dari jumlah itu, per 17 Februari, sudah sekitar 1.150.000 orang telah menerima suntikan, dan hampir 600 ribu dari mereka bahkan sudah menjalani genap dua kali suntikan (dua dosis).

Hasilnya, menurut Presiden Jokowi, menggembirakan. Mengamati para nakes yang menjalani vaksinasi di Jawa Tengah, menurutnya pula, efek perlindungannya terbukti nyata. “Angka kasus penularan di kalangan nakes menurun,” kata Presiden Jokowi.

Pada vaksinasi gelombang II, prioritas vaksinasi akan diberikan kepada kelompok yang dianggap rentan oleh transmisi virus, baik karena pekerjaannya maupun kondisi fisiknya. “Para lansia masuk dalam gelombang II ini,” kata Presiden Jokowi.

Pada kategori lainnya, yakni kelompok yang rentan karena pekerjaannya, ada di dalamnya para pedagang pasar. Para guru akan masuk gelombang II, bersama wartawan, tokoh agama, pelaku pariwisata, pekerja media, pekerja transportasi publik, atlet, aparatur sipil negara (ASN) yang memberikan layanan publik, dan petugas TNI-Polri. Jumlah keseluruhannya masih dihitung. Vaksinasi gelombang II ini juga akan dilakukan di 34 provinsi, namun rinciannya masih perlu dibicarakan pada level teknis.

Sanksi Denda

Untuk menjamin suksesnya vaksinasi dalam rangka membangun imunitas kelompok, Presiden Jokowi pun menerbitkan Perpres nomor 14 tahun 2021 yang mengatur pengenaan sanksi, antara lain, berupa penundaan atau penghentian layanan bantuan sosial (bansos), administrasi pemerintahan, bahkan denda.

Sanksi dikenakan kepada orang yang ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin, namun menolak vaksinasi. Acuan hukumnya, antara lain, UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekerantinaan Kesehatan. Perpres tersebut dikeluarkan untuk menegakkan norma bahwa pemanfaatan vaksin bukan hanya hak, melainkan juga kewajiban bagi orang tertentu, yang karena kegiatan kesehariannya, mereka berpotensi membawa dan menularkan virus Covid-19 kepada orang lain.

Namun, Presiden Jokowi mewanti-wanti agar seluruh jajaran pemerintah mengedepankan cara-cara persuasi. Dalam dialog dengan para pemimpin redaksi, seperti disiarkan lewat platform Youtube, Presiden Jokowi menyatakan surprise atas antusiasme para pedagang Pasar Tanah Abang yang demikian tiba-tiba. Padahal sebelumnya, banyak dari pedagang itu ragu-ragu. “Dari sepuluh yang ditanya, hanya tiga yang merasa yakin,” ujarnya.

Situasi tersebut muncul, kata  Presiden Jokowi, karena mereka belum sepenuhnya paham soal vaksin. Meski  penjelasan soal vaksin disebutnya meruah di mana-mana, itu belum menjamin semua memahami dengan baik. “’Semua ada sosmed, tapi nggak semua buka sosmed. Ada di televisi tapi tidak semua sempat nonton televisi,’’ kata Presiden.

Namun ketika rombongan Presiden muncul, para pedagang pun bersorak-sorak. Senang ketemu presiden? “Ya, nggaklah. Ngapain ketemu Presiden,” kata Presiden Jokowi, sambil tertawa. Yang dapat  dicatat dari sana, menurut Presiden Jokowi, dukungan moril dari pejabat publik itu perlu. Selebihnya, soal lokasi vaksinasi. Lokasi penyuntikan di lingkungan para penerima vaksin dinilainya lebih membuat mereka lebih nyaman. “Soal lokasi juga perlu jadi pertimbangan,” kata Presiden Jokowi.

Namun urusan sosialisasi yang efektif masih menjadi pekerjan rumah tersendiri. Kampanye bahwa vaksin itu halal dan aman, ternyata belum cukup. “Kita masih harus cari cara agar sosialisasi itu bisa meningkatkan kesadaran,” ujar Presiden Jokowi. Dan hal itu, diyakini sebagai hal yang perlu terus dikembangkan dan tidak malah mengedepankan pengenaan sanksi. (foto:Antara/Indonesia.go.id)